

Jurnalikanews – Minyak jelantah yang sering kita anggap sebagai bahan bekas saat ini dapat menjanjikan seorang pebisnis meraup keuntungan yang besar. Hal ini dinyatakan oleh Kementerian ESDM bahwa minyak jelantah dapat diolah menjadi sumber energi alternatif biodiesel.
Potensi minyak ini dinilai dapat membawa Indonesia dalam peningkatan sirkular ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Saat minyak jelantah dijadikan sebagai sumber energi alternatif biodiesel, banyak pebisnis menekuni kegiatan mendaur ulang pemanfaatan minyak karena dapat menghasilkan keuntungan sekaligus mengurangi dampak lingkungan.
Di Indonesia baru sedikit yang mengolah bisnis minyak ini, ada sekitar 18,5 persen atau mencapai 3 juta Kilo Liter (KL) dari total konsumsi minyak jelantah. Kemudian, hanya sekitar 570 KL yang dikonversi untuk sumber energi alternatif biodiesel. Oleh karena itu, baru sebagian kecil dari total minyak jelantah yang terkumpul untuk dijadikan biodiesel.
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Traction Energy Asia menyebutkan bahwa kecilnya pengelolaan minyak jelantah karena belum adanya mekanisme pengumpulan dan ketidaktahuan pebisnis akan potensi di berbagai sisi lingkungan, ekonomi, maupun kesehatan.
Pebisnis diminta memiliki wawasan luas untuk selalu berinovasi, salah satunya mengetahui dalam sektor ekonomi. Pengelola Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) di Tarakan Timur Sardji Sarwan mengatakan kalau omzet produksi biodiesel bisa mencapai 180 liter per hari dan dibandrol dengan harga Rp 11.000 per liternya. Lalu, ancaman dari bisnis minyak jelantah yakni biaya konversi yang besar jika dibandingkan berasal dari minyak kelapa sawit.
Dibalik ancaman yang besar terdapat juga feedback yang akan dihasilkan yakni Harga Indeks Produksi (HIP) minyak jelantah lebih rendah dibanding dengan minyak kelapa sawit karena faktor bahan baku yang diperoleh. Minyak jelantah jauh lebih mudah didapat tanpa adanya pungutan, tidak seperti kelapa sawit yang dibatasi dengan hukum pungutan sawit. (MAN)