JURNALIKA

Jurnalistik Politeknik AKA Bogor

Tiga Raja Lintasan Balap: Analisis Komparatif F1: The Movie, Ford v Ferrari, dan Rush

Sumber: nextbestpicture.com

Jurnalikanews – Hubungan antara dunia balap dan sinema selalu melahirkan drama yang
memukau. Deru mesin, ketegangan di tikungan terakhir, dan kegigihan pembalap di balik
kemudi adalah resep sempurna untuk kisah yang tak terlupakan. Kini, tiga film menjadi pilar
genre balap modern: Rush (2013), Ford v Ferrari (2019), dan film F1 terbaru, F1: The Movie
Meski berbagi genre, ketiganya menawarkan visi yang sama sekali berbeda. Masing-masing
adalah mahakarya unik yang unggul dalam fokus narasi, gaya penyutradaraan, dan
pencapaian teknisnya. Mari kita bedah perbandingan tiga raja lintasan balap ini.
1. Fokus Narasi: Duel Psikologis, Perang Korporat, dan Jalan Penebusan
Rush: Duel Psikologis Dua Kutub
Rush berpusat pada rivalitas sengit antara dua kepribadian yang bertolak belakang. Di
satu sisi, ada James Hunt (Chris Hemsworth), sang playboy flamboyan yang
mengandalkan bakat alami. Di sisi lain, Niki Lauda (Daniel Brühl), seorang jenius teknis
yang metodis dan dingin. Sutradara Ron Howard membedah bagaimana persaingan
mereka saling mendorong hingga melampaui batas kemampuan manusia, bahkan
melewati tragedi. Ini adalah studi karakter brilian tentang jiwa bebas versus mesin yang
presisi.
Ford v Ferrari: Gairah Melawan Korporasi
Film ini menggeser fokus dari duel personal ke pertarungan yang lebih besar: integritas
dan gairah melawan arogansi korporat. Kisahnya bukanlah Ken Miles (Christian Bale)
melawan pembalap Ferrari, melainkan perjuangannya bersama Carroll Shelby (Matt
Damon) melawan birokrasi Ford Motor Company. Ford v Ferrari adalah penghormatan
bagi para visioner yang semangatnya sering terancam oleh kepentingan pemasaran. Ini
adalah kisah kuda hitam klasik, di mana sang pahlawan justru berada di dalam timnya
sendiri.
F1: The Movie: Mentorship dan Pencarian Warisan
F1: The Movie menempuh jalur narasi penebusan dan mentorship. Brad Pitt memerankan
pembalap veteran yang kembali dari pensiun untuk membimbing talenta muda (Damson
Idris). Fokusnya akan berada pada transfer ilmu antargenerasi dan pembuktian bahwa di
dunia F1 modern yang didominasi data, insting dan pengalaman seorang veteran masih
tak ternilai harganya.

2. Gaya Sutradara: Mendalam, Kasar, dan Imersif
Ron Howard (Rush): Drama Karakter yang Mendalam
Howard menggunakan pendekatan biografi yang klasik dan terpoles. Dengan dialog
tajam dan sorotan emosional, ia membangun ketegangan dari dalam kokpit. Penonton
dibuat peduli pada kondisi psikologis pembalapnya, membuat setiap manuver di lintasan
terasa personal.
James Mangold (Ford v Ferrari): Realisme yang Kasar dan Nyata
Mangold menyajikan pengalaman yang membumi dan merasuk. Penonton seolah bisa
merasakan getaran mesin, bau oli, dan panasnya aspal. Sinematografinya terasa klasik
dan berat, seolah menempatkan kita di garasi yang berisik atau di belakang kemudi mobil
GT40 yang liar. Pengalamannya terasa nyata, berdebu, dan bertenaga.

Sumber: www.apple.com

Joseph Kosinski (F1: The Movie): Spektakel Imersif Berteknologi Tinggi
Mengambil pelajaran dari Top Gun: Maverick, Kosinski menjanjikan sebuah
pertunjukkan imersif. Dengan syuting di tengah Grand Prix sungguhan menggunakan
teknologi kamera revolusioner, tujuannya bukan sekadar mensimulasikan balapan, tetapi
menempatkan penonton langsung di dalam kokpit. Estetikanya akan terasa bersih, cepat,
dan sangat modern.
3. Akurasi & Teknologi: Mendefinisikan Ulang Realisme
Rush: Akurasi Sejarah yang Detail
Film ini brilian dalam merekonstruksi era 70-an melalui kombinasi mobil asli, replika
akurat, dan CGI yang efektif. Kekuatan utamanya adalah akurasi sejarah dan pendalaman
karakter.
Ford v Ferrari: Efek Praktis yang Terasa Nyata
Film ini bertumpu pada efek praktis. Mobil-mobil replika dibuat untuk digeber habis-
habisan di lintasan, menciptakan adegan balap yang terasa otentik dan menegangkan
secara fisik. Realismenya datang dari membangun ulang dunia Le Mans 1966 dengan
sempurna.
F1: The Movie: Realisme yang Imersif
F1: The Movie berada di level yang sepenuhnya baru. Keterlibatan Lewis Hamilton
sebagai produser dan syuting di tengah balapan F1 sungguhan memberikan tingkat realisme yang belum pernah ada, menjadikan film ini bukan lagi simulasi, melainkan
partisipasi langsung dalam dunia F1.
Pilihan Anda akan bergantung pada pengalaman sinematik yang dicari. Tontonlah Rush untuk
drama karakter yang kompleks. Pilih Ford v Ferrari untuk kisah underdog yang membara
dengan adegan balap yang mengguncang.
Sementara itu, F1: The Movie berpotensi menjadi film balap definitif dari segi pengalaman.
Film ini tidak hanya bercerita tentang F1, tetapi berambisi mengajak penonton merasakan
langsung adrenalin di puncaknya. Ketiganya, dengan cara masing-masing, adalah pemenang
di lintasan. (IH)

Sumber:
https://share.google/jakgGjiwTpE5vG4vv
https://share.google/m0VzvPJUJdS6pRsMU